Dewa Siwa Lucu
: Payak, Piyungan, Bantul
: Arca ini ditemukan pada tahun 1979.
Oleh Berry, Rabu, 10 Oktober 2018 | 10:30 WIB - Redaktur: Admin - 2K
JPP, NUSA DUA - Keunikan dan keindahan. Dua kata itu menggambarkan wujud dari khasanah seni, budaya dan alam di Pulau Dewata, Bali. Dan keunikan serta keindahan itu pula yang terasa kental pada ajang Pertemuan Tahunan/Annual Meetings International Monetary Fund-World Bank Group (AM IMF-WBG) 2018, Nusa Dua, Bali.
Menyadari hal ini, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) didukung oleh seluruh perusahaan negara menyiapkan venue tersendiri sebagai wadah tampilnya sejumlah keunikan, keindahan, kekayaan, budaya, seni, wisata dan pencapaian pembangunan Indonesia. Veneu ini bernama Indonesia Pavilion yang berlokasi tak jauh dari Nusa Dua Beach Hotel.
Salah seorang seniman Bali yang memamerkan karyanya di Indonesia Pavilion adalah Cok Raka Bawa. Seniman Topeng Barong khas Bali berusia 56 tahun ini menempati satu stand untuk memamerkan karya topengnya.
Menurut Cok Raka Bawa, Topeng Barong merupakan simbol dari Dewa Siwa dalam kepercayaan Hindu Bali. “Topeng Barong yang saya buat terdiri dari topeng kucing/macan, topeng lembu, topeng rusa, topeng naga dan topeng babi,” ujarnya.
Cok Raka menyatakan, Topeng Barong yang bisa dibuat dari kayu puleh, kenanga, cempaka, jati dan beberapa jenis kayu lainnya ini, mempunyai beberapa fungsi. Di antaranya, untuk mengisi upacara keagamaan dalam tradisi Hindu Bali, untuk atraksi budaya, sendratari dan hiburan.
Pria yang tinggal dikawasan Batu Bulan, Sukawati, Gianyar, Bali ini juga terlibat dalam sanggar “Jambu Budaya.” Melalui sanggar ini, ia dan teman-temannya juga terlibat dalam atraksi tarian Topeng Barongan yang rutin dipentaskan setiap sore hari di kampung halamannya di hadapan wisatawan.
Terkait proses pembuatan Topeng Barongan, Cok Raka yang sudah berputra dua ini menuturkan, untuk membuat kepala Topeng Barongan dan aksesorisnya membutuhkan waktu sekitar 2,5 bulan per topeng. Sedangkan untuk membuat satu Topeng Barongan lengkap satu tubuh sesuai hewan yang disimbolkan termasuk busana dan aksesorisnya, membuthkan waktu sekitar 4 - 5 bulan.
“Untuk proses produksi ini, saya dibantu 6 perajin. Saya khusus membuat topeng kepala, sedangkan teman-teman ada yang mengerjakan tubuhnya, busana dan aksesorisnya,” jelas Cok Raka.
Cok Raka mengaku, mulai belejar menekuni seni membuat topeng barong ini sejak usia 27 tahun. “Saya belajar kepada Cokorda Raka Tisnu, yang juga dosen seni tari pada Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar,” ungkapnya.
Meski profesi yang ia tekuni identik dengan dunia seni yang lekat dengan kepercayaan Hindu Bali, Raka mengaku, ia berkarya juga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka, ia pun menjual karya seninya ini di sanggar, menjual secara online via Instagram dan menerima pesanan.
“Harga kepala topeng barong dan aksesorisnya sekitar Rp 13 – 15 juta per topeng, tergantung bahannya. Untuk topeng barong lengkap satu tubuh sesuai bentuk hewan yang menjadi simbol, busana dan aksesorisnya, sekitar Rp 100 – 150 juta per topeng,” jelasnya.
Meski harganya cukup tinggi, Cok Raka mengaku, dalam satu tahun ia bisa menjual sekitar 4 – 5 topeng lengkap satu tubuh. “Sekarang, masyarakat yang membutuhkan banyak yang memesan via Instagram,” pungkasnya. (icom/dwh/nbh)
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber infopublik.id
Kami mohon maaf atas kebingungannya, tetapi kami tidak bisa tahu apakah Anda adalah seseorang atau skrip.
Centang kotak ini dan kami akan berhenti menghalangi Anda.
Siwa, jadi salah satu dewa tertinggi dalam agama Hindu.
Nationalgeographic.co.id—Siwa adalah dewa yang memiliki peranan penting dalam agama Hindu. Dewa Siwa termasuk dalam tiga dewa tertinggi atau utama dan paling dimuliakan daripada dewa lainnya, yang disebut Trimurti. Ketiga dewa ini ialah dewa Brahma (pencipta), dewa Wisnu (pemelihara), dan dewa Siwa (penghancur).
Dewa Siwa dikenal sebagai dewa penghancur, perusak, dan nafsu. Meski memiliki kesan negatif, sejatinya dia adalah pengubah dan pencipta ulang. Dewa Siwa menghabiskan waktunya untuk bermeditasi di Himalaya di atas permadani kulit harimau. Sering terlihat mengolesi dirinya dengan abu dan mengunjungi tempat kremasi.
Menurut tradisi Hinduisme Siwa, Siwa berdiri sebagai dewa tertinggi dan lahir sendiri (svayambhu), tanpa ibu atau ayah. Ia menikah dengan dewi gunung, Parvati, dan memiliki dua putra, Ganesha berkepala gajah dan Skanda, dewa perang.
Siwa sering digambarkan memegang trisula (trishula) dan menunggang bantengnya, Nandi. Dia adalah dewa lawan, sekaligus pertapa dan erotis, dewa yang menyia-nyiakan dunia sehingga ciptaan dapat tumbuh kembali secara utuh. Pernah menjadi dewa maskulin, ia berfungsi sebagai pasangan jantan dari kekuatan feminin (shakti) istrinya, Parvati. Dia dikaitkan dengan Soma ambrosia ilahi dan simbol lingga seperti ular dan lingga.
Kelahiran dan Pemenggalan Kepala Ganesha
Siwa tidak sepenuhnya meninggalkan pertapaannya setelah menikah dengan dewi Parvati. Suatu ketika, ketika sang dewa sedang pergi ke salah satu dari banyak tempat meditasinya di pegunungan, Parvati menginginkan seorang pelayan surgawi yang akan melayani Parvati dan Siwa dengan sempurna. Dia kemudian menyeka kotoran dari tubuhnya saat mandi dan membentuk patung.
Dewi Parwati lantas bermeditasi sambil berkata, “Kamu adalah putraku. Kamu adalah milikku. Saya tidak punya orang lain untuk disebut milik saya.” Hiduplah patung itu dan diberi nama Ganesha.
Tidak seperti anak lainnya yang harus melewati fase seorang bayi, Ganesha sudah langsung Dengan dewa yang baru lahir sudah lengkap dan berpakaian, dia mengirimnya untuk melayani sebagai penjaga gerbang rumah dan menyuruhnya untuk tidak membiarkan siapa pun masuk ke kamarnya.
Beberapa waktu kemudian, Siwa tiba-tiba kembali dari meditasinya. Ganesha mengikuti perintah ibunya dan menolak masuk. Dia bahkan melangkah lebih jauh dengan memukul Siwa dengan tongkat untuk mengusirnya. Bahkan setelah Shiva memberi tahu bocah itu bahwa dia adalah suami Parvati, Ganesha menolak untuk mengalah dan memukul Shiva lagi dengan tongkatnya. Maklum, marah karena diusir dari rumahnya sendiri, Siwa memenggal kepala Ganesha dengan trisulanya.
Baca Juga: Mengenal Kisah Naga Sadhu, Petapa Suci dan Sakti Pengikut Dewa Siwa
Baca Juga: Fakta Dewa Krishna Umat Hindu India Ternyata Punya 16.018 Istri
Baca Juga: Mari Menelisik Asal Usul Yoga, Berasal dari Budaya India Kuno
Baca Juga: Festival Gorehabba di India, Saling Lempar Kotoran Sapi demi Kesehatan
Karena kesedihan atas kematian putranya, Parvati menangis dan menciptakan sejumlah dewi, yang dia perintahkan untuk melahap semua dewa, orang bijak, dan setan dunia. Dia bersumpah bahwa hanya menghidupkan kembali putranya yang akan menghentikan amarahnya yang mengerikan. Bahkan Siwa merasa tertekan akan hal ini, dan semua dewa berunding bersama.
Shiva memutuskan untuk memperbaiki kesalahannya. Dia mengirim para dewa untuk membunuh orang pertama yang mereka temui dan menempelkan kepalanya ke tubuh Ganesha. Setelah menemukan seekor gajah, mereka memenggal kepalanya dan menempelkannya ke Ganesha. Mereka kemudian membawa kembali jenazah tersebut, memercikkannya dengan air suci, dan menggumamkan doa-doa kepada Siwa, dan jenazah tersebut segera hidup kembali.
Dengan putranya dipulihkan, Parvati menghentikan serangan gencarnya ke surga dan bersukacita. Sementara itu, Ganesha diangkat menjadi kepala prajurit dan pelayan Siwa.
78% Daratan di Bumi Jadi Gersang dan Tidak akan Pernah Basah Kembali
Dewa Siwa merupakan salah satu dari tiga dewa utama dalam konsep Dewa Tri Murti bersama dengan Dewa Brahma dan Dewa Wisnu. Dalam mitologi Hindu, Dewa Siwa dikenal sebagai dewa tertinggi yang dipuja oleh banyak umat Hindu. Ia muncul dalam berbagai kitab suci agama Hindu, seperti Brahmana, Mahabharata, Purana, dan Agama.
Penggambaran Dewa Siwa
Meskipun nama Siwa tidak disebutkan secara langsung dalam Weda Samhita, kitab Hindu tertua, benih-benih perwujudannya sudah ada melalui tokoh Rudra. Dalam Satapatha Brahmana, diceritakan bahwa Rudra adalah anak Prajapati yang terus menangis karena belum diberi nama. Nama "Rudra" berasal dari kata "Rud," yang berarti "menangis."
Dalam Mahabharata, Siwa disebut sebagai Mahadewa, dewa tertinggi di antara para dewa. Siwa juga dikenal dengan beberapa nama, seperti Pasupati dan Maheswara. Sebutan Trinetra, yang berarti bermata tiga, didapat Siwa saat ia menciptakan mata ketiga di keningnya untuk mengembalikan keseimbangan dunia setelah kedua matanya tertutup oleh tangan Parwati. Selain itu, Siwa juga dikenal sebagai Nilakantha, yang berarti "berleher biru," karena ia meminum racun saat pengadukan lautan susu demi menyelamatkan para dewa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Siwa memiliki sapi jantan sebagai kendaraannya. Dalam *Mahabharata*, asal mula sapi ini dijelaskan melalui dua versi. Dalam salah satu versi, sapi jantan diberikan kepada Siwa oleh Daksa, anak Brahma, sebagai hadiah setelah tumpahan susu mengenai Siwa saat bertapa.
Dewa Siwa bersenjatakan Trisula, senjata dengan tiga ujung yang melambangkan tiga sifat alam: Sattva (keaktifan), Rajas (kegiatan), dan Tamas (ketidakaktifan). Trisula juga melambangkan kekuatan Siwa dalam menghancurkan kejahatan dan ketidakpedulian di dunia.